بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kenikmatan dan musibah adalah dua hal
yang akan selalu bersama seorang hamba dalam kehidupan dunia ini.
Sehingga kita dituntut untuk siap, bukan saja ketika menghadapi
kenikmatan dengan syukur kepada Allah ta’ala, tetapi juga ketika
menghadapi musibah dengan kesabaran. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
menjelaskan diantara sifat orang-orang yang beriman,
عَجَبًا لأَمْرِ
الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ
لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang
mukmin itu, sesungguhnya setiap keadaannya baik –dan hal itu tidak
mungkin ada kecuali pada diri seorang mukmin- yaitu ketika dia mendapati
sebuah kenikmatan diapun bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya.
Dan apabila dia ditimpa sebuah musibah diapun bersabar, maka itu juga
kebaikan baginya.” [HR. Muslim, no. 7692 dari Sahabat yang mulia Shuhaib bin Sinan radhiyallahu’anhu]
Telah banyak terjadi musibah jatuhnya
pesawat yang menelan korban jiwa di negeri ini. Sebagai orang yang
beriman hendaklah kita mampu mengambil pelajaran dari setiap musibah
yang kita saksikan atau dengarkan. Karena sesungguhnya Allah tabaraka wa
ta’ala telah memperingatkan dalam Al-Qur’an bahwa diantara hikmah
adanya musibah adalah dua perkara:
Pertama: Musibah adalah Ujian bagi Orang-orang yang Beriman
Sebagaimana firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ
وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun”.” (Al-Baqarah: 155-156)
Dan subhanallah, ternyata di balik
musibah ada sejumlah kebaikan yang sangat besar, diantaranya adalah
pahala tanpa batas jika seorang yang ditimpa musibah itu bersabar dan
terhapusnya dosa-dosa.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Hanyalah orang-orang yang sabar itu pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah ada suatu musibah yang menimpa
seorang muslim, hingga duri yang menusuknya, kecuali itu akan menjadi
penghapus dosanya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]
Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,
إِنَّ عِظَمَ
الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا
ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ
السَّخَطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung
besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah ta’ala apabila mencintai suatu
kaum maka Allah timpakan kepada mereka bala’, barangsiapa ridho
dengannya maka Allah pun ridho kepadanya, barangsiapa yang marah
dengannya maka Allah pun marah kepadanya.” [HR. At-Tirmidzi dari Sahabat yang mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihil Jami’, no. 2110]
Dengan semua keutamaan-keutamaan ini, maka tidak heran kalau Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya maka Allah akan timpakan kepadanya musibah.” [HR. Al-Bukhari dari Sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Kedua: Musibah adalah Azab bagi Pelaku Dosa
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apapun yang menimpa kalian
adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri. Dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (Asy-Syuraa: 30)
Juga firman-Nya:
فَكُلًّا أَخَذْنَا
بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ
أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ
وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ
كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami
adzab disebabkan dosanya. Diantara mereka ada yang Kami timpakan
kepadanya hujan batu, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang
mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan
di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan (dalam air), dan Allah
sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-’Ankabut: 40)
Bagaimana Menghindari Musibah
Bersyukurlah bagi orang yang masih
diberikan kesempatan hidup setelah tertimpa musibah, karena itu berarti
dia masih diberi kesempatan untuk bertaubat. Adapun bagi pelaku dosa
yang belum mendapatkan musibah maka hendaklah segera bertaubat dan
memohon ampun atas dosa-dosanya agar Allah jalla wa ‘ala tidak
menimpakan adzab kepadanya.
Sesungguhnya Allah ta’ala telah
menetapkan, bahwa taubat dan istighfar adalah diantara sebab yang
menghalangi datangnya adzab. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
mengadzab mereka, sedang kamu (wahai Muhammad) berada di antara mereka.
Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka senantiasa
memohon ampun.” [Al-Anfal: 33]
Juga diantara sebab yang dapat menahan
adzab Allah ta’ala adalah ditegakkannya amar ma’ruf nahi munkar. Apabila
maksiat tersebar pada suatu kaum, lalu tidak ada diantara mereka
orang-orang yang berusaha menasihati para pelaku maksiat maka bisa jadi
Allah ta’ala akan menimpatkan adzab kepada kaum itu seluruhnya, baik
pelaku maksiatnya maupun orang-orang baik yang mendiamkan perbuatan dosa
dilakukan di depan matanya. Inilah makna firman Allah ta’ala:
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan takutlah kepada fitnah (adzab) yang
tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan
ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” [Al-Anfal: 25]
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga
pernah memberikan perumpamaan akan bahayanya membiarkan perbuatan
maksiat terjadi di tengah-tengah kita,
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى
حُدُودِ اللهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى
سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا
فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا
عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا
خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا
أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا
وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan orang yang taat kepada Allah
ta’ala dan orang yang bermaksiat kepada-Nya adalah bagaikan suatu kaum
yang berundi untuk naik kapal. Pada akhirnya sebagian menempati bagian
atas dan sebagian lagi menempati bagian bawah. Lalu orang-orang yang
menempati bagian bawah apabila membutuhkan air harus melewati bagian
atas, maka mereka pun mengatakan, “Bagaimana seandainya kita lubangi
saja bagian bawah kapal ini untuk mengambil air sehingga kita tidak
mengganggu orang-orang yang menempati bagian atas.” Maka apabila
orang-orang yang ada pada bagian atas itu membiarkan apa yang mereka
inginkan nisacaya mereka akan binasa (tenggelam) semuanya, akan tetapi
jika mereka mencegah perbuatan tersebut maka mereka akan selamat dan
semuanya selamat.” [HR. Al-Bukhari dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu]
Oleh karena itu, sangat penting sekali
kita berusaha menasihati para pelaku maksiat agar tidak ditimpakan adzab
yang sangat mungkin akan mengenai kita jika kita tidak berusaha merubah
kemungkaran.
Maka melalui artikel ini kami mengajak
kepada para pembaca yang budiman untuk senantiasa bertaubat kepada Allah
ta’ala dan meninggalkan perbuatan dosa. Dan ketahuilah, dosa yang
paling wajib kita tinggalkan adalah dosa syirik, kemudian bid’ah, kemudian al-kabaair (dosa-dosa besar), kemudian ash-shogaair (dosa-dosa kecil).
Sebagaimana kami juga mengajak untuk
membudayakan saling menasihati kapan dan di manapun kita berada, dan
lebih penting lagi ketika kita melihat kemaksiatan terjadi di depan
kita.
Maka diantara nasihat yang ingin kami
sampaikan di sini adalah nasihat kepada para kru pesawat, dan khususnya
kepada pramugrari, lebih khusus lagi kepada pramugari muslimah.
Takutlah kepada Allah ta’ala,
sesungguhnya di pundak kalian diserahkan tanggung jawab keselamatan
penerbangan, hindarilah sebab musibah terbesar, yaitu perbuatan dosa
sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.
Yang Paling Menakutkan Ketika Naik Pesawat
Hendaklah kita menyadari, sungguh
diantara hal yang sangat menakutkan ketika naik pesawat bukanlah karena
cuaca yang kurang bagus atau mesin pesawat yang mungkin bermasalah,
tetapi yang lebih patut dikhawatirkan adalah kemaksiatan yang dilakukan
oleh para kru pesawat maupun penumpangnya. Dimana dalam keadaan mereka
sangat membutuhkan pertolongan Allah ta’ala pun mereka masih berani
berbuat maksiat, yang oleh orang-orang kafir di zaman Jahiliyah, tidak
berani melakukannya. Sebagaimana yang Allah ta’ala kabarkan dalam
Al-Qur’an,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي
الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ
إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka menaiki kapal (dalam
keadaan takut tenggelam) maka mereka pun berdoa kepada Allah dengan
memurnikan agama hanya bagi-Nya, namun ketika Allah ta’ala menyelamatkan
mereka sampai ke daratan tiba-tiba mereka kembali menyekutukan-Nya.” (Al-‘Ankabut: 65)
Dan diantara kemaksiatan yang sangat
menakutkan di pesawat adalah pakaian para pramugari yang seronok,
menampakkan auratnya ataupun pakaian yang sangat ketat sehingga
menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Dua hal yang sangat menakutkan dari
dosa ini adalah,
Pertama: Musibah terjadinya kecelakaan penerbangan.
Kedua: Musibah secara pribadi bagi laki-laki, yaitu terkena panah setan di hatinya.
Keduanya sama-sama bahaya, bahkan yang
kedua lebih berbahaya. Kalau musibah yang pertama resiko paling besar
hanyalah matinya jasad, sedangkan yang kedua adalah matinya hati. Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan fitnah (cobaan) yang lebih berbahaya bagi laki-laki dibanding wanita.” [HR. Al-Bukhari dari Sahabat yang mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma]
Oleh karena itu, agama Islam yang mulia
ini telah memberikan sejumlah peringatan khusus kepada kaum wanita untuk
bertakwa kepada Allah ta’ala, janganlah menjadi sebab terjerumusnya
kaum laki-laki kepada kerusakan-kerusakan.
Apabila Anda telah menyadari hal ini,
maka dengan mudah Anda akan memahami apa hikmahnya Allah ta’ala
memerintahkan wanita untuk tinggal di rumahnya, jangan keluar kecuali
untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bersamaan dengan itu Allah
tabaraka wa ta’ala mewajibkan bagi laki-laki untuk menafkahi wanita,
sehingga wanita tidak sepatutnya keluar rumah meskipun dengan alasan
mencari nafkah.
Allah ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan tetap tinggallah kalian wahai para
wanita di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian bersolek seperti
bersoleknya jahiliyah dulu.” [Al-Ahzab: 33]
Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
telah memperingatkan bagaimana setan menjadikan wanita sebagai alat
untuk menjerumuskan manusia kepada kesesatan dan kemaksiatan,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat, maka apabila ia keluar (dari rumahnya), setan akan menghiasinya.” [HR. At-Tirmidzi, no. 1173 dari Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, dishahihkan oleh Al-Albani]
Al-Imam Abul ‘Ala’ Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan makna hadits ini,
( فإذا خرجت استشرفها
الشيطان ) أي زينها في نظر الرجال وقيل أي نظر إليها ليغويها ويغوى بها
والأصل في الاستشراف رفع البصر للنظر إلى الشيء
“Bila wanita keluar, setan
akan menghiasinya (untuk menggoda laki-laki), maknanya adalah setan
menghiasinya di mata laki-laki. Juga dikatakan, maknanya, setan melihat
wanita tersebut untuk menyesatkannya dan menyesatkan (manusia)
dengannya. Dan makna asal (الاستشراف) adalah mengangkat pandangan untuk melihat sesuatu.” [Tuhfatul Ahwadzi, 4/283]
Syarat-syarat Pakaian Muslimah
Jika seorang wanita terpaksa harus keluar
dari rumahnya karena suatu kebutuhan yang mendesak maka hendaklah dia
berhias dengan adab-adab Islami, diantaranya adalah dengan menggunakan
pakaian muslimah dengan memenuhi syarat-syaratnya sesuai syari’at,
secara ringkas sebagai berikut:
1. Menutupi seluruh tubuh. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin,
hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Al-Ahzab: 59)
2. Pakaian tersebut bukan sebuah perhiasan. Karena tujuan pakaian syar’i bagi muslimah adalah untuk menutupi perhiasannya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ
”Tidak diperbolehkan bagi wanita untuk
menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami-suaminya demikian pula
kepada ayah-ayahnya dan kepada ayah-ayah dari suami-suami mereka.” (An-Nur: 31)
3. Tidak ketat dan tidak pula tipis. Inilah pakaian yang diperingatkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam sabda beliau,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ
مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَ
“Ada dua golongan penghuni neraka yang
belum pernah aku lihat, satu kaum yang selalu bersama cambuk bagaikan
ekor-ekor sapi, dengannya mereka memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.
Mereka berjalan dengan melenggak-lenggok menimbulkan fitnah (godaan).
Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring. Mereka tidak
masuk ke dalam surga. Dan mereka tidak mencium baunya. Dan sungguh bau
surga itu bisa tercium dari jarak demikian dan demikian”. [HR. Muslim dari Sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
4. Tidak mengenakan harum-haruman. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ وَكُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
“Siapa saja wanita yang memakai wewangian dengan tujuan agar kaum pria mencium bau harumnya, maka dia adalah pezina.” [HR. An-Nasai, no. 5126 dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, dihasankan oleh Al-Albani]
5. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir atau fasik. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud, no. 4033 dari Sahabat yang mulia Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dihasankan oleh Al-Albani]
6. Tidak menyerupai Pakaian Laki-laki. Sahabat yang mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki.” [HR. Al-Bukhari no. 5885]
7. Bukan pakaian ketenaran. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ
“Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia, maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat.” [HR. Ibnu Majah, no. 3606 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dihasankan oleh Al-Albani]
Semoga Allah ta’ala memperbaiki kaum muslimin seluruhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar